Title : Behind Friendship [Part 1 of 2]
Main
Cast : Kiran , Cello,
Cloudy , Azura, Key , Hazel
Genre : Friendship, Romance, Angst, Sad
Length : twoshoot
Disclaimer : Ingat, this story is our. This only
our imagination and the character is not real.
Enjoy
Reading !! ^^
Kiranna POV
Aku tidak tahu pasti, kata apa yang bisa mewakili perasaanku
sekarang ini. Bingung. Yang ku tahu, aku sangat bahagia, karena pria itu, pria
yang sangat ku cintai itu, menawarkan diri untuk berada disampingku, disisiku
dengan title ‘seorang kekasih’. Ku rasa, aku harus membuat kosakata baru untuk
perasaanku sekarang ini. Saat aku sedang asyik menikmati kebahagiaanku, sialnya
seorang monster betina datang menghampiriku dan merusaknya.
“Can you tell me, hmm?” Selalu saja begini, datang tiba-tiba,
mengejutkan dengan pertanyaan aneh dan menuntut jawaban yang tidak-tidak.
“Kau datang tiba-tiba dan mengajukan pertanyaan aneh seperti
itu. Memangnya aku harus cerita apa?” Dahiku mulai mengerut. Bingung sekaligus
kesal.
“Ck, jangan berbohong padaku An. Memangnya kau tidak mau berbagi
kebahagiaan pada sahabatmu ini. Apa kau berkencan dengan seorang pria?”
tanyanya dengan selidik.
Aku diam, aku tidak habis pikir padanya, Harus ku jawab dengan jawaban
seperti apa. Aku menghela napas pelan.
“So, who is he, Kiranna?” Tanya Azura dengan senyum manisnya.
“He? Siapa yang kau maksud hah?” tanyaku tanpa menoleh padanya
dan terus berjalan menyusuri lorong gedung WL, dan sesegera mungkin menuju
ruang latihan dance.
“Aku tahu kau An, kau sama sekali bukan tipe gadis yang suka
senyum-senyum sendiri tanpa alasan. Hmm.” Aku diam. Dia benar. Aisshh, dia benar-benar
tidak pernah salah menebakku.
“So, who is he, Ki-ra-na?” Azura bertanya lagi. Bahkan kali ini,
ditambah dengan sedikit penekanan pada kalimat ‘who is he’ dan mengeja namaku. Cih,
lalu aku harus mengelak seperti apa lagi. Aarrrgghh. Dan sekarang, dia mulai
menyipitkan kedua matanya, memajukan sedikit wajahnya ke hadapanku. Mencoba
memberi peringatan.
“Kau mau memberitahuku atau. . .“ Azura menggantungkan
kalimatnya, sepertinya ia mulai terlihat sangat serius dengan ucapannya. Azura masih
menatapku dengan tatapan yang sama,sekali tidak mengenakan. Aku menghela nafas dan
mulai menatapnya, mencoba memberikan tatapan dengan arti meminta sedikit
pengertian dan privasi. Tapi Azura sama sekali tidak mengubah tatapannya. Oke,
aku mengerti situasi ini. Azura memang tipe gadis yang benar-benar membenci
sesuatu hal yang disembunyikan. Dan dia tetap memandangku dengan tatapan
seolah-olah, aku ini pembunuh bayaran yang ditanya siapa bosmu. Aisshh, dia
ini.
“Key, Keyanu,” akhirnya aku mengeluarkan nama itu dari mulutku.
“Key?” Azura mengkerutkan keningnya. Dia diam. Kenapa dia diam, apa
dia mengenal Key.
“Apa aku mengenalnya An?” tanyanya. Aku lega. Ku kira dia
mengenal Key. Cukup, aku lelah, begitu banyak pertanyaan yang dia ajukan.
“Hei An, apa aku mengenalnya? Setidaknya. . . apa aku pernah
melihatnya?”
“Sepertinya tidak.” Jawabku santai
“Apa dia temanmu?” Aku mengangkat kedua bahuku.
“Dia penyanyi?” Aku menggeleng.
“Dia lawan main di drama barumu?” Aku tetap menggelengkan
kepalaku.
Matanya mulai menyipit, dan tangannya mulai bergerak menopang
dagu, terlihat seperti seseorang yang sedang berpikir keras.. “Dia bukan
temanmu, bukan penyanyi, dan bukan lawan mainmu. Lalu, WHO-IS-HE, An?” Untuk
kesekian kali, ia bertanya. Lagi. Kali ini nada bicara mulai meninggi dengan
drastis.
“Aku baru mengenalnya.” Jawabku singkat dan santai, tanpa
memedulikan tatapan tajam yang ia berikan. Wajahnya terlihat shock sekali.
Tapi, tiba-tiba. . .
“Yak, Azura, An.” terdengar suara memanggil nama kami berdua,
suara yang terdengar tidak jauh dari tempat kami berdiri. Suara cempreng itu, aku
mengenalnya, bahkan Azura pun menghapalnya. Suara gadis itu, Cloudy.
Cloudy menghampiri kami berdua.
“Kenapa kalian tidak menungguku hah? Kenapa kalian
meninggalkanku? Bukankah kita sudah berjanji akan latihan bersama, walau tempat
latihan kita beda 1 lantai. . .” Dan bla. . .bla. . .bla, suara cempreng gadis
itu terus saja mengeluarkan serentetan omelan yang menyebalkan.
“Kau lama sekali datangnya.” Sahutku simple.
“Ck, hanya telat 10 menit. Kalian tega sekali.” Cloudy mendecak
kesal.
“Kau tahu, seberapapun jika lebih dari 1 menit, itu sudah dapat
dikatakan lama, Cloudy.” Aku menolehnya sekilas. Dia menghela napas pendek. Dan
terlihat seperti mengalah, tepatnya kalah.
“Jadi An, siapa itu KEY?” Dan Azura pun mulai
bertanya-tanya-tanya lagi tentang Key.
“Key? Keyanu yang kau maksud Ra?” Cloudy pun angkat bicara.
Bagaimana dia bisa mengetahui Key. Apa Cloudy mengenalnya. “Kau tahu dia?”
Tanyaku untuk mulai memastikan. Dia diam sebentar dan, “Tidak, aku hanya pernah
mendengar nama itu dari seseorang. Jadi, aku asal menebaknya saja.”
“Oh begitu.” Lega, ku kira dia memang benar mengenal Key.
“Ku kira kau mengenalnya Clou. Hampir saja aku ingin
mengintrogasimu.” Sahut Azura dengan sedikit nada kecewa.
“Tidak, aku tidak mengenalnya. Memangnya ada apa dengan pria
itu.” Cloudy pun mulai ikut bertanya. Oh, ayolah. Cukup sampai disini saja.
Kenapa ruang latihan danceku terasa jauh sekali. Aku bahkan belum sampai-sampai
dari tadi.
“Sepertinya An berkencan dengan pria itu.” Bagus. Azura pun
dengan santainya menjawab pertanyaan Cloudy.
“Benarkah?” Cloudy terlihat sangat shock. Bahkan mulutnya pun
ikut melebar bersama kedua pupil matanya.
“Aku hanya mengenalnya. Tidak lebih.”
“Tidak lebih, atau. . .” Cloudy sengaja memebrikan jeda pada
kalimatnya. “belum lebih?” Lanjutnya.
“Aku tidak tahu.”
“Aishh, mengintrogasimu sama saja berbicara dengan tembok An.”
Kata Cloudy dengan sedikit kesal.
“Aku tidak menyuruh kalian mengintrogasiku kan?”
“Ya, ya ya. Baiklah, kita tidak akan pernah menang melawanmu
Nona Kiranna.” Ujar Azura dengan sedikit mengejek.
“Hmmm.” Aku hanya membalas mereka dengan ber-hmm ria saja. Tapi
sedetik kemudian, aku baru mengingat sesuatu. Gadis itu, gadis itu tidak boleh
tahu dulu tentang ini. “Oh iya Clou, Ra, jangan beritahu Cello tentang ini,
Okay.” Tambahku untuk mewanti-wanti mereka.
“Memangnya kenapa?” Tanya Cloudy dengan keningnya yang berkerut.
“Tidak apa-apa. Aku hanya tidak ingin dia mengintrogasiku. . .,”
aku menggantungkan kalimatku, menghela napas panjang dan melanjutkannya
“seperti kalian.” Jujur saja. Aku tidak ingin Cello marah, karena dia menjadi
orang terakhir yang tahu, karena dia akan merasa dibedakan.
Akhirnya, aku mencapai ruang latihanku.
“Aku duluan.” Kataku dengan tersenyum lebar, karena akhirnya
bisa berhasil lepas dari kedua makhluk kepo itu. Mereka yang meihatku tersenyum
riang, hanya bisa menggedikkan bahu dan membalas, “Baiklah Nona An. Semoga
latihanmu menyenangkan.” Aku tersenyum, kedua sahabatku itu sangat baik sekali.
Mereka mau menerima gadis cuek sepertiku untuk menjadi sahabat mereka Bahagia. Walau aku tidak tahu harus
menunjukkannya rasa itu dengan bagaimana. Aku melambaikan tanganku dan segera
masuk ke dalam ruangan.
<<>>
Hari ini, aku free. Tidak ada latihan, tidak ada jadwal dan aku
bisa bersantai-santai didalam apartemenku. Senangnya, akhirnya badan ini bisa
beristirahat juga. Sudah 2 hari ini, aku tidak menghubungi siapa pun, Key,
Azura, Cloudy bahkan Cello. Mereke juga sibuk dengan perkerjaan mereka. Cello
seorang artis dan model. Azura seorang penyanyi dan presenter. Cloudy seorang
penyanyi dan memiliki beberapa restoran. Sedangkan Key adalah seorang
pengusaha.
Saat aku sedang duduk santai sambil membaca sebuah majalah,
ponselku tiba-tiba berdering. 1 Received Message,tulisan itu tertera begit rapi
didalam ponselku. Dan ada nama Cello disana. Ada apa dia mengirimiku sebuah
pesan, bukankah dia sangat sibuk bulan ini. Dengan cepat akumeraih ponselku dan
membuka pesan.
Long
time no see..
Kau
sibuk? Jika tidak, datanglah ke Paceserri Restaurant jam 3 siang nanti. Aku
merindukanmu.
Hmm, dia mengajakku bertemu. Dia merindukanku? Ck, gaya bahasanya
seperti pencinta sesama jenis saja.
At Paceserri Restaurant
“Kau tidak ingin mengenalkannya padaku?” ujar Cello tiba-tiba,
ditengah obrolan kami.
“Siapa?” tanyaku santai
“Aku dengar, ada pria yang telah meluluhkan hati sahabatku ini.
Siapa dia?
Aku kaget, aku bahkan tidak pernah menyinggung apapun tentang
ini padanya. Bagaimana dia bisa tahu?
“Kau mengetahuinya?” Tanyaku hati-hati.
Dari wajahnya saja, aku tahu kalo dia sedang shock. Mulutnya pun
ikut terbuka melebar bersamaan dengan matanya.
“Oh My, ku kira mereka hanya main-main saja.” Mereka? Siapa yang
Cello maksud dengan mereka.
“Mereka siapa?” tanyaku, dan mulai menatapnya selidik.
“Cloudy dan Azura.” Bagus. Ternyata mereka. Ya Tuhan, kenapa
susah sekali menyimpan rahasia bersama mereka. Awas saja mereka itu.
“Jadi benar?” Tanya Cello dengan tatapan tajamnya.
“Seperti yang kau lihat.”
“Hmm, selalu seperti ini kan?” tanyanya lagi, kali ini nada
bicaraya seperti decakan kesal.
“Bukan begitu.”
“Apanya bukan begitu. I am the last, right?”
“Jangan salah paham.”
“An, aku selalu berbeda dari mereka. Padahal mereka berdua, tapi
kenapa mereka yang selalu jadi pertama, bahkan diantara kita berempat, tidak
pernah ada kata kedua, kalau tidak pertama pasti terakhir. Hmm.” Lihat, dia
mulai mengomel.
“Hanya kebetulan Cell.”
“Kebetulan yang tidak ada hentinya, huh?”
“Sudahlah, yang penting kau sudah tahu kan sekarang.” sahutku,
agar masalah sepele ini tidak berlanjut.
“Baiklah. Jadi, siapa pria itu?”
“Aku hanya mengenalnya.”
“Ayo kenalakan padaku.”
“Nanti saja, dia masih sibuk.”
“Baiklah.” Tiba-tiba, ponsel Cello bordering.
“Hallo. Hmm, baiklah, aku segera kesana.” Terdengar suara Cello
sedang menyahut sesorang yang menelponnya.
“Sorry An, aku harus pergi. Davis menelponku dan dia mengatakan
filming dramaku tidak jadi diundur besok, jadi aku harus menemui direktur dan
kru drama ini.”
“It’s okay. Aku tahu kau kan artis paling sibuk bulan ini.” Aku
mencoba menggodanya, dia hanya terkikik geli.
“Seperti kau tidak saja. Kau bahkan artis yang sibuk disetiap
bulan.” Cello balik mengejekku.
“Sudah-sudah, kau bisa telat datang ke sana. Pergilah.”
“Baiklah, sampai jumpa.”
“Hmm, sampai jumpa.”
<<>>
Cloudy POV
Hari minggu, senangnyaa. Aku tidak ada jadwal menyanyi hari ini.
Hari ini aku ingin pergi ke restaurantku dan bersantai disana. Menghilangkan
lelah, dan merasakan sehari saja tidak menjadi seorang penyanyi. Aku segera
mengganti bajuku dengan baju santai, jeans hitam dan kemeja santai berwarna
biru, memakai sneaker biasa dan tidak lupa membawa tas ransel kecil dengan
model simple. Setelah semua selesei, aku bergegas menuju restaurant dengan
menggunakan mobilku.
Cloudy White Resaturant. Ya, itu nama restaurant yang ku miliki.
Keren bukan, restauran ini didominasi dengan warna putih pada temboknya,
bergaya bangunan eropa yang sangat elegan dan terlihat manis. Dipadu dengan
warna hitam serta biru laut disela-selanya serta lampu hias berwana putih yang agak
redup, Restauran ini memiliki nuansa sangat romantis. Tidak heran jika yang
datang ke sini kebanyakan adalah sepasang kekasih. Sekarang, aku memutuskan
untuk duduk diruanganku, dilantai 2 restauran ini, dengan jendela besar yang
menghadap ke pantai, disini, tidak ada jadwal menyanyi ataupun latihan padat
yang akan menggangguku. Aku tersenyum tipis. Sangat beruntung hari ini bisa
menghabiskan waktu disini. Tiba-tiba, aku mengingat Cello, apa kabarnya dia.
Tapi, sedetik kemuadian aku lebih memilih mengirim pesan pada Kiranna. Walaupun
dia cuek, dia adalah sahabat yang terbaik, sebenarnya dia bukan gadis yang
dingin seperti yang kalian lihat sekarang, entah kenapa semenjak apa dia
mendadak seperti itu. Dia bersikap dingin dan terlihat cuek ketika kami
berempat berkumpul bersama. Aku belum mengetahui apa yang membuatnya seperti
itu. Tapi meskipun begitu, diam-diam, dia tidak pernah bersikap dingin padaku.
Mungkin karena kami sudah kenal sejak kecil. Mengingat dia, aku segera
mengiriminya pesan singkat untuk menemuiku disini.
Kepalaku
sangat pusing, aku berada di CW Restaurant. Bisakah kau datang. Aku butuh
bantuanmu. Tolonglah, kumohon.
Aku terkikik geli ketika melihat pesan yang ku ketik tadi.
Mengirimnya, dan aku ingin segera melihat ekspresi paniknya. Pasti sangat lucu.
Sekitar 10 menit, aku mendengar sebuah derap langkah kaki cepat
menaiki tangga. Aku tahu, pasti itu dia. Dia mengetuk pintu.
Tok. . .tok. . .tok
Aku berjalan santai menuju pintu dan membukanya.
Dia berdiri dengan badan membungkuk dan tangan yang memegangi
kedua lututnya. Lihat, wajahnya sangat pucat. Terdengar nafasnya
terengah-engah. Apa dia habis berlari. Apa dia setakut itu melihatku kenapa-kenapa?
Ya Tuhan, aku merasa sangat bersalah. Dia mulai mendongakkan kepalanya,
melihatku dengan tatapan seperti memastikanku bahwa aku baik-baik saja.
“Kau baik-baik saja? Apa kepalamu masih pusing? Kau kelelahan?
Jangan terlalu memaksakan diri, kalau kau kenapa-kenapa aku harus berkata apa
pada kedua orang tuamu, hah?” serentetan kalimat itu keluar dari mulutnya,
nafasnya masih terengah-engah. Aku merasa kasihan sekali padanya. Kenapa aku
tega sekali padanya. Aishhh, sahabat macam apa aku ini.
“Tenanglah, aku sudah tidak apa-apa.” Jawabku dengan tenang,
memang aku baik-baik saja.
“Syukurlah kalau begitu.”
“Hmm, kau dari mana tadi.”
“Aku dari tempat syuting. Aku meninggalkan syutingku, aku sangat
khawatir padamu.”
“Kau meninggalkan syutingmu? Kau gila hah?!”
“Bukan masalah. Aku akan lebih gila jika membiarkanmu sendirian
dalam keadaan seperti itu.”
“Tapi kau meninggalkan syutingmu hanya untukku? Itu gila An.”
“Sudahlah, lagi pula aku sudah menyelesaikan bagianku dengan
sangat baik. Kau tidak perlu khawatir, kau sudah makan?”
“Sudah. Terserah kau saja, kau gila An.”
“Apa kau sudah minum obat?”Lihat,dia bahkan tidak memperdulikan
omelanku. Dia ini, niatnya aku yang ingin membuatnya shock, kenapa malah aku
yang dibuatnya shock. Gadis ini lebih gila dari yang ku tahu.
“Sudah An, kau sudah makan?”
“Sudah. . .” dia diam sebentar, lalu mulai melanjutkan
kalimatnya, “maaf jika aku terlihat berlebihan, aku hanya berpikir kau
satu-satunya keluarga yang ku punya disini Clou. Jika bukan kau, siapa lagi
yang akan ku anggap keluarga.” Jelasnya dengan suara yang cukup pelan.
“Tidak apa-apa, aku mengerti.” Bagaimana mungkin aku mengerjai
orang yang sangat mengkahwatirkanku. Aiiiisshh.
“Istirahatlah.” Suruhnya
“Aku ingin mengobrol denganmu, boleh?”
“Silahkan.” Sahutnya simple.
“Bagaimana kabarmu dengan Key? Baik-baik saja kan?”
“Entahlah, akhir-akhir ini kami tidak saling komunikasi. Mungkin
dia sibuk.”
“Kau yakin dia sibuk?”
“Hmm, entahlah. Aku tidak seberapa yakin.”
“Aku ingin menyampaikan sesuatu padamu An, ini menyangkut
Cello.”
“Apa? Ada hubungannya dengan Key?”
“Mungkin saja. Tapi aku tidak tahu pasti. Kau ingat, waktu aku
pernah mengatakan bahwa aku pernah mendegar nama Key dariseseorang?”
“Hmm, lalu?”
“Orang itu adalah Cello. Dan kemarin aku baru ingat bahwa. . . “
“Kau
menyukai pria itu Cell?”
“Iya,
aku sangat menyukai, ku pikir aku jatuh cinta padanya Clou.”
“Benarkah?
Kau yakin dia tidak memiliki kekasih.”
“Awalnya
aku tak yakin, tapi saat itu dia sepertinya juga menyukaiku.”
“Hmm,
baguslah kalo begitu”
“.
. .”
“Jadi begitu?”
“Iya, dan aku ingat dia baru mengatakan itu sehari sebelum kau
dan Azura membahasnya. Kapan kau mulai memiliki hubungan dengan Key? Jujurlah,
ku mohon.”
“2 minggu sebelum aku membahasnya dengan kalian.”
Aku kaget, jadi mereka menyukai pria yang sama. Aku tidak habis
pikir, bahkan pria itu seperti ingin memiliki mereka berdua secara bersamaan.
Jika benar, aku tidak terima. Kiranna, dia sahabat yang sangat baik bagiku. Aku
tidak akan rela.
“Kau akan bagaimana?” tanyaku hati-hati.
“Ikuti saja alurnya.”
“Aku mengenalmu An, kau tidak berpikir kau akan mengalah
untuknya kan?”
“Entahlah, kita lihat saja nanti.”
“Baiklah. Kau ingin makan sesuatu.”
Dia tersenyum tipis. Jika ia sudah seperti ini, aku tahu dia menyembunyikan
sesuatu yang sangat berat. Meskipun ia mencoba untuk tetap tenang. Tapi aku
mengenalnya, aku mengenalnya lebih dari siapapun.
“Kau tahu saja jika aku sedang lapar.”
“Ayo kita ke bawah.”
“Ayo.”
Kami berdua keluar dari ruanganku. Menuruni anak tangga, dan
memilih tempat yang berada dekat dengan jendela. Kiran duduk dan membuang
pandangannya jauh keluar jendela, aku tahu dia sedang frustasi dengan semua
ini. Hanya saja dia tidak pernah mau menunjukkannya. Aku memanggil pelayan, dan
menyuruhnya menyiapkan makanan seperti biasa yang sering aku dan Kiran pesan.
Tiba-tiba, ponselku bordering. Aku merogoh saku celanaku dan
gotca, tertera nama gadis yang sekarang membuat sahabatku frustasi, Cello.
“Hallo, ada apa?”
“Aku berada direstaurantmu, dan aku
bertanya pada pelayan tentangmu dan ternyata kau juga disini.”
“Hmm, memang. Memangnya ada apa?”
“Aku ingin bertemu, aku memiliki kabar baik
untukmu, Azura dan juga Kiran.”
“Datanglah, aku berada dimeja biasa.”
“Baiklah.”
Cklek. Aku menutup telponnya.
Ku lihat, Kiran sedang menatapku dengan tatapan tanpa banyak
Tanya ‘siapa?’.
“Cello.” Sahutku singkat
“Oh, apa dia mau kesini?”
“Sepertinya.”
“Hmm.” Kenapa dia menjadi sangat dingin seperti ini.
“Katanya ada kabar baik untuk kita.”
“Benarkah? Tapi sepertinya itu kabar buruk untukku.” Kenapa,
kenapa dia berkata seperti itu. Memangnya ada apa.
“kenapa kau berbicara aneh seperti itu?”
“Lihat saja, dia bersama pria itu.”
“Pria itu? Siapa? Key?”
“Hmm..” Aku melihat mata Kiran, kenapa dia mulai menunduk,
bahkan dia seolah sibuk dengan buku menu itu. Aneh.
To Be Continue . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar