Senin, 26 Agustus 2013

[Movie] Behind Friendship - Part 1 of 2




Title                       : Behind Friendship [Part 1 of 2]
Main Cast           : Kiran , Cello, Cloudy , Azura, Key , Hazel
Genre                    : Friendship,  Romance, Angst, Sad
Length                  : twoshoot
Disclaimer           : Ingat, this story is our. This only our imagination and the character is not real.

Enjoy Reading !! ^^


Kiranna POV

Aku tidak tahu pasti, kata apa yang bisa mewakili perasaanku sekarang ini. Bingung. Yang ku tahu, aku sangat bahagia, karena pria itu, pria yang sangat ku cintai itu, menawarkan diri untuk berada disampingku, disisiku dengan title ‘seorang kekasih’. Ku rasa, aku harus membuat kosakata baru untuk perasaanku sekarang ini. Saat aku sedang asyik menikmati kebahagiaanku, sialnya seorang monster betina datang menghampiriku dan merusaknya.

“Can you tell me, hmm?” Selalu saja begini, datang tiba-tiba, mengejutkan dengan pertanyaan aneh dan menuntut jawaban yang tidak-tidak.

“Kau datang tiba-tiba dan mengajukan pertanyaan aneh seperti itu. Memangnya aku harus cerita apa?” Dahiku mulai mengerut. Bingung sekaligus kesal.

“Ck, jangan berbohong padaku An. Memangnya kau tidak mau berbagi kebahagiaan pada sahabatmu ini. Apa kau berkencan dengan seorang pria?” tanyanya dengan selidik.

Aku diam, aku tidak habis pikir padanya, Harus ku jawab dengan jawaban seperti apa. Aku menghela napas pelan.

“So, who is he, Kiranna?” Tanya Azura dengan senyum manisnya.

“He? Siapa yang kau maksud hah?” tanyaku tanpa menoleh padanya dan terus berjalan menyusuri lorong gedung WL, dan sesegera mungkin menuju ruang latihan dance.

“Aku tahu kau An, kau sama sekali bukan tipe gadis yang suka senyum-senyum sendiri tanpa alasan. Hmm.”  Aku diam. Dia benar. Aisshh, dia benar-benar tidak pernah salah menebakku.

“So, who is he, Ki-ra-na?” Azura bertanya lagi. Bahkan kali ini, ditambah dengan sedikit penekanan pada kalimat ‘who is he’ dan mengeja namaku. Cih, lalu aku harus mengelak seperti apa lagi. Aarrrgghh. Dan sekarang, dia mulai menyipitkan kedua matanya, memajukan sedikit wajahnya ke hadapanku. Mencoba memberi peringatan.

“Kau mau memberitahuku atau. . .“ Azura menggantungkan kalimatnya, sepertinya ia mulai terlihat sangat serius dengan ucapannya. Azura masih menatapku dengan tatapan yang sama,sekali tidak mengenakan. Aku menghela nafas dan mulai menatapnya, mencoba memberikan tatapan dengan arti meminta sedikit pengertian dan privasi. Tapi Azura sama sekali tidak mengubah tatapannya. Oke, aku mengerti situasi ini. Azura memang tipe gadis yang benar-benar membenci sesuatu hal yang disembunyikan. Dan dia tetap memandangku dengan tatapan seolah-olah, aku ini pembunuh bayaran yang ditanya siapa bosmu. Aisshh, dia ini.

“Key, Keyanu,” akhirnya aku mengeluarkan nama itu dari mulutku.

“Key?” Azura mengkerutkan keningnya. Dia diam. Kenapa dia diam, apa dia mengenal Key.

“Apa aku mengenalnya An?” tanyanya. Aku lega. Ku kira dia mengenal Key. Cukup, aku lelah, begitu banyak pertanyaan yang dia ajukan.

“Hei An, apa aku mengenalnya? Setidaknya. . . apa aku pernah melihatnya?”

“Sepertinya tidak.” Jawabku santai

“Apa dia temanmu?” Aku mengangkat kedua bahuku.

“Dia penyanyi?” Aku menggeleng.

“Dia lawan main di drama barumu?” Aku tetap menggelengkan kepalaku.

Matanya mulai menyipit, dan tangannya mulai bergerak menopang dagu, terlihat seperti seseorang yang sedang berpikir keras.. “Dia bukan temanmu, bukan penyanyi, dan bukan lawan mainmu. Lalu, WHO-IS-HE, An?” Untuk kesekian kali, ia bertanya. Lagi. Kali ini nada bicara mulai meninggi dengan drastis.

“Aku baru mengenalnya.” Jawabku singkat dan santai, tanpa memedulikan tatapan tajam yang ia berikan. Wajahnya terlihat shock sekali.

Tapi, tiba-tiba. . .
“Yak, Azura, An.” terdengar suara memanggil nama kami berdua, suara yang terdengar tidak jauh dari tempat kami berdiri. Suara cempreng itu, aku mengenalnya, bahkan Azura pun menghapalnya. Suara gadis itu, Cloudy.

Cloudy menghampiri kami berdua.
“Kenapa kalian tidak menungguku hah? Kenapa kalian meninggalkanku? Bukankah kita sudah berjanji akan latihan bersama, walau tempat latihan kita beda 1 lantai. . .” Dan bla. . .bla. . .bla, suara cempreng gadis itu terus saja mengeluarkan serentetan omelan yang menyebalkan.

“Kau lama sekali datangnya.” Sahutku simple.

“Ck, hanya telat 10 menit. Kalian tega sekali.” Cloudy mendecak kesal.

“Kau tahu, seberapapun jika lebih dari 1 menit, itu sudah dapat dikatakan lama, Cloudy.” Aku menolehnya sekilas. Dia menghela napas pendek. Dan terlihat seperti mengalah, tepatnya kalah.

“Jadi An, siapa itu KEY?” Dan Azura pun mulai bertanya-tanya-tanya lagi tentang Key.

“Key? Keyanu yang kau maksud Ra?” Cloudy pun angkat bicara. Bagaimana dia bisa mengetahui Key. Apa Cloudy mengenalnya. “Kau tahu dia?” Tanyaku untuk mulai memastikan. Dia diam sebentar dan, “Tidak, aku hanya pernah mendengar nama itu dari seseorang. Jadi, aku asal menebaknya saja.”

“Oh begitu.” Lega, ku kira dia memang benar mengenal Key.

“Ku kira kau mengenalnya Clou. Hampir saja aku ingin mengintrogasimu.” Sahut Azura dengan sedikit nada kecewa.

“Tidak, aku tidak mengenalnya. Memangnya ada apa dengan pria itu.” Cloudy pun mulai ikut bertanya. Oh, ayolah. Cukup sampai disini saja. Kenapa ruang latihan danceku terasa jauh sekali. Aku bahkan belum sampai-sampai dari tadi.

“Sepertinya An berkencan dengan pria itu.” Bagus. Azura pun dengan santainya menjawab pertanyaan Cloudy.

“Benarkah?” Cloudy terlihat sangat shock. Bahkan mulutnya pun ikut melebar bersama kedua pupil matanya.

“Aku hanya mengenalnya. Tidak lebih.”

“Tidak lebih, atau. . .” Cloudy sengaja memebrikan jeda pada kalimatnya. “belum lebih?” Lanjutnya.

“Aku tidak tahu.”

“Aishh, mengintrogasimu sama saja berbicara dengan tembok An.” Kata Cloudy dengan sedikit kesal.

“Aku tidak menyuruh kalian mengintrogasiku kan?”

“Ya, ya ya. Baiklah, kita tidak akan pernah menang melawanmu Nona Kiranna.” Ujar Azura dengan sedikit mengejek.

“Hmmm.” Aku hanya membalas mereka dengan ber-hmm ria saja. Tapi sedetik kemudian, aku baru mengingat sesuatu. Gadis itu, gadis itu tidak boleh tahu dulu tentang ini. “Oh iya Clou, Ra, jangan beritahu Cello tentang ini, Okay.” Tambahku untuk mewanti-wanti mereka.

“Memangnya kenapa?” Tanya Cloudy dengan keningnya yang berkerut.

“Tidak apa-apa. Aku hanya tidak ingin dia mengintrogasiku. . .,” aku menggantungkan kalimatku, menghela napas panjang dan melanjutkannya “seperti kalian.” Jujur saja. Aku tidak ingin Cello marah, karena dia menjadi orang terakhir yang tahu, karena dia akan merasa dibedakan.

Akhirnya, aku mencapai ruang latihanku.

“Aku duluan.” Kataku dengan tersenyum lebar, karena akhirnya bisa berhasil lepas dari kedua makhluk kepo itu. Mereka yang meihatku tersenyum riang, hanya bisa menggedikkan bahu dan membalas, “Baiklah Nona An. Semoga latihanmu menyenangkan.” Aku tersenyum, kedua sahabatku itu sangat baik sekali. Mereka mau menerima gadis cuek sepertiku untuk menjadi sahabat mereka  Bahagia. Walau aku tidak tahu harus menunjukkannya rasa itu dengan bagaimana. Aku melambaikan tanganku dan segera masuk ke dalam ruangan.

<<>> 
Hari ini, aku free. Tidak ada latihan, tidak ada jadwal dan aku bisa bersantai-santai didalam apartemenku. Senangnya, akhirnya badan ini bisa beristirahat juga. Sudah 2 hari ini, aku tidak menghubungi siapa pun, Key, Azura, Cloudy bahkan Cello. Mereke juga sibuk dengan perkerjaan mereka. Cello seorang artis dan model. Azura seorang penyanyi dan presenter. Cloudy seorang penyanyi dan memiliki beberapa restoran. Sedangkan Key adalah seorang pengusaha.

Saat aku sedang duduk santai sambil membaca sebuah majalah, ponselku tiba-tiba berdering. 1 Received Message,tulisan itu tertera begit rapi didalam ponselku. Dan ada nama Cello disana. Ada apa dia mengirimiku sebuah pesan, bukankah dia sangat sibuk bulan ini. Dengan cepat akumeraih ponselku dan membuka pesan.

Long time no see..
Kau sibuk? Jika tidak, datanglah ke Paceserri Restaurant jam 3 siang nanti. Aku merindukanmu.

Hmm, dia mengajakku bertemu. Dia merindukanku? Ck, gaya bahasanya seperti pencinta sesama jenis saja.


At Paceserri Restaurant

“Kau tidak ingin mengenalkannya padaku?” ujar Cello tiba-tiba, ditengah obrolan kami.

“Siapa?” tanyaku santai

“Aku dengar, ada pria yang telah meluluhkan hati sahabatku ini. Siapa dia?
Aku kaget, aku bahkan tidak pernah menyinggung apapun tentang ini padanya. Bagaimana dia bisa tahu?

“Kau mengetahuinya?” Tanyaku hati-hati.
Dari wajahnya saja, aku tahu kalo dia sedang shock. Mulutnya pun ikut terbuka melebar bersamaan dengan matanya.
“Oh My, ku kira mereka hanya main-main saja.” Mereka? Siapa yang Cello maksud dengan mereka.

“Mereka siapa?” tanyaku, dan mulai menatapnya selidik.

“Cloudy dan Azura.” Bagus. Ternyata mereka. Ya Tuhan, kenapa susah sekali menyimpan rahasia bersama mereka. Awas saja mereka itu.

“Jadi benar?” Tanya Cello dengan tatapan tajamnya.

“Seperti yang kau lihat.”

“Hmm, selalu seperti ini kan?” tanyanya lagi, kali ini nada bicaraya seperti decakan kesal.

“Bukan begitu.”

“Apanya bukan begitu. I am the last, right?”
“Jangan salah paham.”

“An, aku selalu berbeda dari mereka. Padahal mereka berdua, tapi kenapa mereka yang selalu jadi pertama, bahkan diantara kita berempat, tidak pernah ada kata kedua, kalau tidak pertama pasti terakhir. Hmm.” Lihat, dia mulai mengomel.

“Hanya kebetulan Cell.”

“Kebetulan yang tidak ada hentinya, huh?”

“Sudahlah, yang penting kau sudah tahu kan sekarang.” sahutku, agar masalah sepele ini tidak berlanjut.

“Baiklah. Jadi, siapa pria itu?”

“Aku hanya mengenalnya.”

“Ayo kenalakan padaku.”

“Nanti saja, dia masih sibuk.”

“Baiklah.” Tiba-tiba, ponsel Cello bordering.

“Hallo. Hmm, baiklah, aku segera kesana.” Terdengar suara Cello sedang menyahut sesorang yang menelponnya.

“Sorry An, aku harus pergi. Davis menelponku dan dia mengatakan filming dramaku tidak jadi diundur besok, jadi aku harus menemui direktur dan kru drama ini.”

“It’s okay. Aku tahu kau kan artis paling sibuk bulan ini.” Aku mencoba menggodanya, dia hanya terkikik geli.

“Seperti kau tidak saja. Kau bahkan artis yang sibuk disetiap bulan.” Cello balik mengejekku.

“Sudah-sudah, kau bisa telat datang ke sana. Pergilah.”

“Baiklah, sampai jumpa.”

“Hmm, sampai jumpa.”

<<>> 

Cloudy POV

Hari minggu, senangnyaa. Aku tidak ada jadwal menyanyi hari ini. Hari ini aku ingin pergi ke restaurantku dan bersantai disana. Menghilangkan lelah, dan merasakan sehari saja tidak menjadi seorang penyanyi. Aku segera mengganti bajuku dengan baju santai, jeans hitam dan kemeja santai berwarna biru, memakai sneaker biasa dan tidak lupa membawa tas ransel kecil dengan model simple. Setelah semua selesei, aku bergegas menuju restaurant dengan menggunakan mobilku.

Cloudy White Resaturant. Ya, itu nama restaurant yang ku miliki. Keren bukan, restauran ini didominasi dengan warna putih pada temboknya, bergaya bangunan eropa yang sangat elegan dan terlihat manis. Dipadu dengan warna hitam serta biru laut disela-selanya serta lampu hias berwana putih yang agak redup, Restauran ini memiliki nuansa sangat romantis. Tidak heran jika yang datang ke sini kebanyakan adalah sepasang kekasih. Sekarang, aku memutuskan untuk duduk diruanganku, dilantai 2 restauran ini, dengan jendela besar yang menghadap ke pantai, disini, tidak ada jadwal menyanyi ataupun latihan padat yang akan menggangguku. Aku tersenyum tipis. Sangat beruntung hari ini bisa menghabiskan waktu disini. Tiba-tiba, aku mengingat Cello, apa kabarnya dia. Tapi, sedetik kemuadian aku lebih memilih mengirim pesan pada Kiranna. Walaupun dia cuek, dia adalah sahabat yang terbaik, sebenarnya dia bukan gadis yang dingin seperti yang kalian lihat sekarang, entah kenapa semenjak apa dia mendadak seperti itu. Dia bersikap dingin dan terlihat cuek ketika kami berempat berkumpul bersama. Aku belum mengetahui apa yang membuatnya seperti itu. Tapi meskipun begitu, diam-diam, dia tidak pernah bersikap dingin padaku. Mungkin karena kami sudah kenal sejak kecil. Mengingat dia, aku segera mengiriminya pesan singkat untuk menemuiku disini.

Kepalaku sangat pusing, aku berada di CW Restaurant. Bisakah kau datang. Aku butuh bantuanmu. Tolonglah, kumohon.

Aku terkikik geli ketika melihat pesan yang ku ketik tadi. Mengirimnya, dan aku ingin segera melihat ekspresi paniknya. Pasti sangat lucu.

Sekitar 10 menit, aku mendengar sebuah derap langkah kaki cepat menaiki tangga. Aku tahu, pasti itu dia. Dia mengetuk pintu.

Tok. . .tok. . .tok
Aku berjalan santai menuju pintu dan membukanya.
Dia berdiri dengan badan membungkuk dan tangan yang memegangi kedua lututnya. Lihat, wajahnya sangat pucat. Terdengar nafasnya terengah-engah. Apa dia habis berlari. Apa dia setakut itu melihatku kenapa-kenapa? Ya Tuhan, aku merasa sangat bersalah. Dia mulai mendongakkan kepalanya, melihatku dengan tatapan seperti memastikanku bahwa aku baik-baik saja.

“Kau baik-baik saja? Apa kepalamu masih pusing? Kau kelelahan? Jangan terlalu memaksakan diri, kalau kau kenapa-kenapa aku harus berkata apa pada kedua orang tuamu, hah?” serentetan kalimat itu keluar dari mulutnya, nafasnya masih terengah-engah. Aku merasa kasihan sekali padanya. Kenapa aku tega sekali padanya. Aishhh, sahabat macam apa aku ini.

“Tenanglah, aku sudah tidak apa-apa.” Jawabku dengan tenang, memang aku baik-baik saja.

“Syukurlah kalau begitu.”

“Hmm, kau dari mana tadi.”

“Aku dari tempat syuting. Aku meninggalkan syutingku, aku sangat khawatir padamu.”

“Kau meninggalkan syutingmu? Kau gila hah?!”

“Bukan masalah. Aku akan lebih gila jika membiarkanmu sendirian dalam keadaan seperti itu.”

“Tapi kau meninggalkan syutingmu hanya untukku? Itu gila An.”

“Sudahlah, lagi pula aku sudah menyelesaikan bagianku dengan sangat baik. Kau tidak perlu khawatir, kau sudah makan?”

“Sudah. Terserah kau saja, kau gila An.”

“Apa kau sudah minum obat?”Lihat,dia bahkan tidak memperdulikan omelanku. Dia ini, niatnya aku yang ingin membuatnya shock, kenapa malah aku yang dibuatnya shock. Gadis ini lebih gila dari yang ku tahu.

“Sudah An, kau sudah makan?”

“Sudah. . .” dia diam sebentar, lalu mulai melanjutkan kalimatnya, “maaf jika aku terlihat berlebihan, aku hanya berpikir kau satu-satunya keluarga yang ku punya disini Clou. Jika bukan kau, siapa lagi yang akan ku anggap keluarga.” Jelasnya dengan suara yang cukup pelan.

“Tidak apa-apa, aku mengerti.” Bagaimana mungkin aku mengerjai orang yang sangat mengkahwatirkanku. Aiiiisshh.

“Istirahatlah.” Suruhnya

“Aku ingin mengobrol denganmu, boleh?”

“Silahkan.” Sahutnya simple.

“Bagaimana kabarmu dengan Key? Baik-baik saja kan?”

“Entahlah, akhir-akhir ini kami tidak saling komunikasi. Mungkin dia sibuk.”

“Kau yakin dia sibuk?”

“Hmm, entahlah. Aku tidak seberapa yakin.”

“Aku ingin menyampaikan sesuatu padamu An, ini menyangkut Cello.”

“Apa? Ada hubungannya dengan Key?”

“Mungkin saja. Tapi aku tidak tahu pasti. Kau ingat, waktu aku pernah mengatakan bahwa aku pernah mendegar nama Key dariseseorang?”

“Hmm, lalu?”

“Orang itu adalah Cello. Dan kemarin aku baru ingat bahwa. . . “

“Kau menyukai pria itu Cell?”
“Iya, aku sangat menyukai, ku pikir aku jatuh cinta padanya Clou.”
“Benarkah? Kau yakin dia tidak memiliki kekasih.”
“Awalnya aku tak yakin, tapi saat itu dia sepertinya juga menyukaiku.”
“Hmm, baguslah kalo begitu”
“. . .”

“Jadi begitu?”

“Iya, dan aku ingat dia baru mengatakan itu sehari sebelum kau dan Azura membahasnya. Kapan kau mulai memiliki hubungan dengan Key? Jujurlah, ku mohon.”

“2 minggu sebelum aku membahasnya dengan kalian.”

Aku kaget, jadi mereka menyukai pria yang sama. Aku tidak habis pikir, bahkan pria itu seperti ingin memiliki mereka berdua secara bersamaan. Jika benar, aku tidak terima. Kiranna, dia sahabat yang sangat baik bagiku. Aku tidak akan rela.

“Kau akan bagaimana?” tanyaku hati-hati.

“Ikuti saja alurnya.”

“Aku mengenalmu An, kau tidak berpikir kau akan mengalah untuknya kan?”

“Entahlah, kita lihat saja nanti.”

“Baiklah. Kau ingin makan sesuatu.”

Dia tersenyum tipis. Jika ia sudah seperti ini, aku tahu dia menyembunyikan sesuatu yang sangat berat. Meskipun ia mencoba untuk tetap tenang. Tapi aku mengenalnya, aku mengenalnya lebih dari siapapun.

“Kau tahu saja jika aku sedang lapar.”

“Ayo kita ke bawah.”

“Ayo.”

Kami berdua keluar dari ruanganku. Menuruni anak tangga, dan memilih tempat yang berada dekat dengan jendela. Kiran duduk dan membuang pandangannya jauh keluar jendela, aku tahu dia sedang frustasi dengan semua ini. Hanya saja dia tidak pernah mau menunjukkannya. Aku memanggil pelayan, dan menyuruhnya menyiapkan makanan seperti biasa yang sering aku dan Kiran pesan.

Tiba-tiba, ponselku bordering. Aku merogoh saku celanaku dan gotca, tertera nama gadis yang sekarang membuat sahabatku frustasi, Cello.

“Hallo, ada apa?”

“Aku berada direstaurantmu, dan aku bertanya pada pelayan tentangmu dan ternyata kau juga disini.”

“Hmm, memang. Memangnya ada apa?”

“Aku ingin bertemu, aku memiliki kabar baik untukmu, Azura dan juga Kiran.”

“Datanglah, aku berada dimeja biasa.”

“Baiklah.”


Cklek. Aku menutup telponnya.
Ku lihat, Kiran sedang menatapku dengan tatapan tanpa banyak Tanya ‘siapa?’.

“Cello.” Sahutku singkat

“Oh, apa dia mau kesini?”

“Sepertinya.”

“Hmm.” Kenapa dia menjadi sangat dingin seperti ini.

“Katanya ada kabar baik untuk kita.”

“Benarkah? Tapi sepertinya itu kabar buruk untukku.” Kenapa, kenapa dia berkata seperti itu. Memangnya ada apa.

“kenapa kau berbicara aneh seperti itu?”

“Lihat saja, dia bersama pria itu.”

“Pria itu? Siapa? Key?”

“Hmm..” Aku melihat mata Kiran, kenapa dia mulai menunduk, bahkan dia seolah sibuk dengan buku menu itu. Aneh.

To Be Continue . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar